Rabu, 27 Februari 2008

TEKNIK IDENTIFIKASI BAKTERI

PENDAHULUAN

Ralstonia solanacearum E.F Smith merupakan penyebab penyakit layu bakteri yang sering menjadi faktor pembatas produksi tanaman, antara lain tomat, kentang,kacang tanah, tembakau, pisang dan terong juga tanaman lain seperti tanaman hias dan bermacam-macam kelompok gulma.
Bakteri yang berasal dari devisi Gracilicutes, kelas Proteo-bacteria, ordo Eubacteriales, famili Pseudomonadaceae, dan genus Pseudomanas ini, mempunyai sinonim Bacillus solanacearum E.F Smith, Bacterium solanacerum Chester, Bacillus nicotianae Uyeda, Bacillus musae Rorer, Bacillus musarum Zeman, phytomonas solanacearum (E.F Smith) Bergey et .al.,Erwinia nicotianae (Uyeda) Bergey et.al., Xanthomanas solanacearum (E.F Smith awsn, Bulkholgaria solanacearm dan Pseudomonas solanacearum.
Sifat morfologi bakteri ini : berukuran 0,5 – 0,7 x 1,5 – 2,5 mikron, berbentuk batang dengan ujung membualat, tidak membentuk kapsul, tanpa spora, motil dengan satu flagela polar, isolat yang virulen umumnya flagelnya pendek dan pergerakan lambat, sedang yang avirulen flagelnya lebih panjang dan memungkinkan bergerak lebih cepat. Sel bakteri mengandung poli-beta hidrosibutiratberwarna biru/hitam bila diberi zat warna sudan hitam, tidak membentuk pigmen fluorecent,gram negatif, bersifat aerobik dan oksidatif, mereduksi nitrat, beberapa strain dapat menghasilkan gas nitrat, mampu menghidrolisa gelatin dan tween 80, tidak menghasilkan asam dari sukrosa, tidak dapat tumbuh pada suhu <> 410C dan jumlah guanin dan sitosin dalam DNA 66-69%. Pada media padat kolni berbentuk kecil dengan ukuran 3-5 mm, tidak teratur, ramping dan licin. Bila diinokulasikan pada media agar ( suhu 28OC) koloni akan muncul dalam waktu 36-48 jam, dan bila diinokulasikan pada suhu yang lebih rendah koloni nampak dalam waktu 3-4 hari. Suhu optimum untuk pertumbuahn bakteri pada media adalah 270C-370C dan suhu minimum 15oC . Suhu optimum untuk perkembangan patogen ini dialam berkisar 280C-320C.
Pada media Triphenil tetrazolium Chlorida (TTC) koloni bakteri tampak dengan ciri bulat berukuran 3-5 mm dan berlendir dengan endapan formasan berwarna merah muda bagian tenagh dan bagian tepi berwarna putih, sedang pada media NGA koloni nampak warna putih kecoklatan, bulat dan berlendir. Koloni yang virulen berwarna merah terang, sedang yang virulen merah tua. Bakteri patogen tidak banyak bergerak sedangkan yang non-patogen pergerakannya aktif.

IDENTIFIKASI BAKTERI RALSTONIA SOLACEARUM

Identifikasi bakteri R. salanacearum dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan melihat sifat morfologinya, misalnya ukuran dan bentuk sel,, warna dan bentuk koloni, adanya flagella, apakah membentuk spora. Hal inii dapat kita lihat dibawah mikroskop. Tetapi cara ini belum bisa memastikan apakah yang kita lihat tersebut adalah R. solanacearum, karena sifatnya yang mirip dengan genus Ralstonia lainnya atau bakteri lain yang mempunyai morfologi yang hampir sama (Xanthomaonas campestris misalnya). Sehingga perlu dilakukan pengujian sifat fisiologi dari bakteri. Pengujian yang dapat dilakukan diantaranya adalah : reaksi gram, pewarnaan gram, poly B hidroksibutirat (PHB), Oksidase–fermetasi test, arginine dihidrolisa,, denitrifikasi, reduksi nitrat, pembentukan indol, asam, H2S, asetil metill karboksil, pengujian kemampuan menggunakan berbagai sumber karbon, ujii gelatin hidrolisa, pengujian enzim, toxin dan senyawa kimia lain yang dihasilkan, penentuan komposisi guanin (G) dan sitosin (C) dalam DNA, kepekaan terhadap antibiotika, dan uji virulensi.

UJI GRAM, Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan KOH 3%, untuk mengetahui sifat bakteri apakah gram positif atau negatif. Sebanyak satu atau dua tetes larutan suspensi bakteri diteteskan pada gelas objek. Kemudian inokulum bakteri yang berumur 24 jam dengan menggunakan jarum oose diletakkan pada tetesan larutan KOH 3% tersebut. Inokulum diaduk selama 5-10 detik dan kemudian jarum ose diangkat keatas dari tetesan tadi. Bila larutan KOH menjadi kental ( viscous) dan cairan mengikuti jarum oose sampai 0,5-2 cm, saat jatum oose diangkat , hal ini menunjukkan bakteri yang diperiksa adalah gram negatif. R. solanacearum bereaksi positif dengan berlendir dan melekat sehingga termasuk gram negatif.

PEWARNAAN GRAM.
Pewarnaan gram dilakukan bertujuan sama dengan uji gram yaitu untuk membedakan bakteri apakah gram positif atau gram negatif, bakteri dicampur dengan tetesan air steril pada gelas objek, kemudian disebarkan ditengah gelas obyek sehingga membentuk lapisan tipis dan difiksasi. Dengan kristal violet olesan bakteri digenangi selama dua menit, lalu dicuci dengan air mengalir, dan dikering anginkan. Diberi yodium selama dua menit, dicuci dengan air mengalir dan dikeringanginkan. Selanjutnya diberi larutan pemucat yaitu alkohol 95%, tetes demi tetes sampai zat warna ungu tidak terlihat lagi, lalu dicuci pada air mengalir dan dikeringanginkan. Kemudian dogenangi lagi dengna safranin selama 30 detik, lalu dicuci dan dibiarkan kering diudara. Warna merah pada olesan bakteri menujukkan bakteri gram negatif dan jika warna ungu menunjukkan bakteri gram positif, R. solanacearum menunjukkan warna merah pada olesan ( gram negatif ).

UJI OKSIDASI-FERMENTATIF.
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah bakteri bersifat oksidif atau fermentatif. Dua tabung reaksi , masing-masing diisi 4,5 ml larutan glukosa 10% sebanyak 0,5 ml yang telah distrerilkan, kemudian diinokulasi dengan biakan murni bakteri . Salah satu tabung ditutup dengan vaselin steril sedalam 2 cm, dan tabung yang lain tanpa ditutup. Diinkubasikan selama 7-14 hari, organisme oksidatif terjadi jia terlihat perubahan warna pada tabun reaksi yang terbuka, sedangkan organisme fermentatif dapat diindikasikan dengan melihat tidak adanya perubahan warna pada tabung reaksi tertutup. R. Solanacearum merupakan organisme oksidatif.

UJI OKSIDASE KOVAC’S.
Koloni bakteri dengan menggunakan jarum oose dioleskan pada kertas saring yang telah dibasahi dengan larutan tetramethyl paraphenylene diamine dihidrochiororde 1% dan diaduk secara melingkar, reaksi negatif terjadi jika tidak ada perubahan warna, reaksi positif diunjukkan apabila terjadi perubahan warna pada koloni dari putih menjadi berwarna ungu. R. solanacearum menunjukkan reaksi positif.

UJI HIDROLISA PATI.
Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah menghidrolisis dan memanfaatkan zat pati sebagai sumber energi. Inokulum digoreskan pada media hidrolisispati dan diinkubasi selama 1-7 hari pada suhu kamar. Kemudian seluruh permukaaan agar digenamgi dengan larutan iodium. Reaksi positif ditandai dengan tampaknya area jernih disekitar koloni, sedangkan reaksi negatif apabila disekitar koloni berwarna biru gelap.

UJI PRODUKSI ARGININ DIHIDROLASE.
Dua tabung reaksi yang diisi larutan medium (warna ungu) disterilisasi pada suhu 1210C selama 10 menit. Inokulasi suspensi bakteri dengan jarum oose dan tutup tabung dengan menggunakan agar dingin 3 % yang telah disterilkan. Adanya perubahan dari warna ungu ke warna merah setelah diinkubasi 7-14 hari menandakan reaksi positif.

UJI DENGAN MEDIUM TTC.
Uji ini bertujuan untuk membedakan tipe kolonii bakteri R. solanacearum dengan bakteri lainnya. Isolat murni bakteri ditumbuhkan pada media TTC dengan pengoresan. Inkubasi 2-3 hari lalu amatii koloni yang muncul. Bentuk koloni terlihat adanya reduksi TTC menjadi formasan yang berwarna merah dibagian tengah koloni, menandakan itu adalah R. Solanacearum.

MEDIA KING’S B.
Pengujian ini digunakan untuk membedakan apakah bakteri menghasilkan flourecesn atau tidak. Bakteri yang mampu menghasilkan flourecens memperlihatkan warna hijau muda menyala disekitar koloni dan dibawah sinar ultra violet, fluorecens ini akan tampak nyata. R. solanacearum tidak mampu membentuk fluorecens.

UJI REAKSI HIPERSENTITIF.
Uji hipersentitif menggunakan daun tembakau yang telah dewasa yang diinjeksi suspensi bakteri 10 8 Cfu/ml pada bagian epidermis dan pengamatan dilakukan sejak 24 jam pertama hingga 96 jam setelah inokulasi. Daun tembakau yang diinjeksi dengan bakteri patogen akan menunjukkan reaksi hipersentitif yaitu terjadinya nekrosis pada jaringan epidermis daun tersebut.
Untuk membedakan species-species R. solanacearum dengan species Pseudomanas lainnya ( khususnya species non-fluorescent), dengan membandingkan hasil data pengujian pada tabel pembanding species seperti dibawah ini :

Pengujian Species Ralstonia
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jumlah flagel polar 1 1-2 >1 >1 >1 >1 1-2 >1 >1
Oksidase Kavac’s - + + + + + + + +
Arginine dihidrolisa - - + - - - - - -
Reduksi Nitrat - + - d + d + + +
Denitrifikasi - - + - - - - - d
Hidrolisis Tween 80 - + d + - + + - +
Hidrolisa Gelatin - d d d + + + - +
Hidrolisa Starch/amilum - + - - - - - - -
Asam dari Sukrosa - - + d + + - - +
Pigmen difusible - - g,y d g,y g,y - - b
Pigmen non difusible - - - g,y - - - - -
Keterangan : (1) P. andropogonis (2) P. avenae (3) P. Caryophyly
(4) P. Cepacia (5) P.corrugata (6) P. gladioli
(7) P.rubrilineans (8) P. rubrisubalbicans
(9) R. solanacearum
- = reaksi negative + = > 90 positif d = 11-89% positif
g = hijau y = kuning b = brown

IDENTIFIKASI BIOFAR

Pengelompokan bakteri R. solanacearum dibawah species (sub species) yang didasarkan pada perbedaaan reaksi kimia. Biasanya dilakukan dengan melakukan test produksi asam dari berbagai jenis gula. Tujuannya adalah untuk mengetahui kemampuan R..solanacearum dalam menggunakan gula sebagai sumber carbon. Senyawa gula yang dimaksud adalah maltosa, laktosa, sellobiosa, mannitol, sorbitol, dan dulcitol. Masing-masing gula tersebut distrerilisasi dalam bentuk larutan dengan konsentrasi 0,3% w/v. Selanjutnya secara terpisah ditambahkan kedalam media mineral dasar pada tabung reaksi yang telah disterilkan. Koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum oose kemudian ditenggelamkan kedalam tabung reaksi tersebut, perlakuan ini di inkubasikan pada suhu 290C dan dilakukan pengamatan terjadinya perubahan warna pada tabung hingga hari ke-21. Dari hasil pengujian ini akan diketahui apakah R. solanacearum yang diisolasi tergolong dalam biovar-biovar yang telah diketahui. Hasil untuk biovar R. solanacearum terlihat pada tabel berikut :
Senyawa gula B i o v a r
I II III IV V
Maltosa - + + - +
Laktosa - + + - +
Sellobiosa - + + - +
Mannitol - - + + +
Sorbitol - - + + -
Dulcitol - + + + -

IDENTIFIKASI RAS DAN STRAIN

Perbedaan bakteri dibawah species yang didasarkan pada varietas/galur tertentu yang diserang dan berdasarkan kemampuannya menggunakan gula alkohol ( mannitol dan dulcinol ) serta gula ( laktosa dan maltosa ). Banyaknya ras dan strain membedakan pula patogenisitas dan sifat biokimianya. Dewasa ini telah diketahui ada 5 ras R. solanacearum yang berbeda tanaman inangnya, yatu : ras 1 yang menyerang tanaman solanacea seperti tomat, kentang, kacang tanah, cabai, tembakau . Ras 2 menyerang pisang-pisangan ( musaceae ) dan heliconia. Ras 3 terbatas untuk tanaman kentang pada dataran tinggi. Ras 4 strain jahe-jahean ( gingger ) dan ras 5 menyerang khusus tanaman murbei ( mulberry ).

TEKNIK IDENTIFIKASI MODERN

Selaras dengan kemajuan teknologi, teknik identifikasi bakteri turut berkembang pula, apabila sistem konvensional diras mempunyai beberapa kekurangan seperti ; memerlukan waktu yang lama untuk diketahui hasilnya karena sifat bakteri yang lambat tumbuh, dirasa masih kurang akurat karena memerlukan beberapa kali percobaan (pengalaman), dan membutuhkan teknisi yang terampil serta tenaga kerja yang lebih banyak.
Teknik diagnosa yang berkembang dengan sistem moderen telah dilakukan ilmuwan-ilmuwan dalam bidang fitopatologi maupun kedokteran. Teknik ini ternyata tidak hanya dapat dilakukan untuk menidentifikasi bakteri tetapi patogen lain seperti cendawan dan virus pun dapat dideteksi jenisnya. Kekurangan teknik dignosa modern sekarang ini adalah soal biaya yang dibutuhkan untuk melakukan serangkaian pengujian. Contoh beberapa teknik diagnosa modern yang sekarang berkembang adalah :
1. Nutritional Kits (BIOLOG)
2. Profil Asam Lemak menggunakan Gas chromatografi
3. Profil Protein: SDS-PAGE dengan menggunakan elektroforesis
4. Test serologi: Aglutinasi, ELISA, IF. Immunobloting
5. Test molekuler : RFLP, PCR
SISTEM IDENTIFIKASI BIOLOGI

Merupakan sistem yang didasarkan pada pola reaksi metaboliknya (kemampuan) memanfaaatkan 95 jenis sumber karbon (C) yang teersediapada sebuah plat mikro (micro plate), seperti glikogen, maltose, galactose,glyserol. Dimana isolat murni bakteri yang telah ditumbuhkan dimasukkan kedalam gelas beaker yang telah berisi larutan NaCL 0,85%. Suspensi yang terbentuk dimasukkan kedalam tabung spektrofotometer 108 CFU/ml untuk mengukur kepadatan populasinya. Lalu pipet masing-masing 150 ml supensi dan masukkan kedalam lubang mikro plat. Inkubasi pada suhu 300C selama 4-24 jam lalu dimati dengan me entry data ke komputer (MIKROLOG). Reaksi positif jika blok/lubang mikroplat menunjukkan warna violet, sedangkan negatif jika tidak berwarna. Hasilnya dapat berupa exellent, good, poor, atau no id. Yang menunjukkan persen keakratan identifikasi.

PUSTAKA

Muh. Danial Rahim.1997. Pathophysiological Study Xanthomonas campestris
pv. Maivacearum Penyebab Penyakit Bercak Daun Bersudut Pada Tanaman Kapas Pasca Sarjana Sistem-Sistem Pertanian UNHAS.
Ujung Pandang.

Schaad, N.W., Jones, J.B., Chun, W.. 2001. Plant Pathogenic Bacteria. Third Edition. APS Press. USA

Susanto. 1996. Uji Patogenitas dan Fisiologi Bakteri Pseudomanas solanacearum E.F.Smith Yang Diisolasi Dari Rimpang Jahe. Fapertahut
UNHAS. Ujung Pandang

Z. Klement, dkk.1990. Methods In Phytobacteriology. Akademi Kiado,
Budapest.

PENGENDALIAN NEMATODA PURU AKAR (Meloidogyne spp.) PADA TOMAT DENGAN CENDAWAN RHIZOSPHERE DAN Glomus fasciculatus

BAB I. PENDAHULUAN
Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) termasuk dalam famili Solanaceae, genus Lycopersicum dan merupakan tanaman musim panas yang memerlukan banyak sinar matahari dan kelembaban tanah yang cukup. Tanaman ini diduga berasal dari Amerika Selatan yang digunakan sebagai bahan makanan di Virginia pada awal tahun 1781 dan dipasarkan di New Orleáns pada tahun 1812. Bagi kesehatan tanaman tomat adalah Sangat penting,buahnya banyak mengandung vitamin A,B1,B2 dan terutama vitamin C,juga mengandung protein dan karbohidrat (Bienz,1980).
Sampai saat ini produksi di Indonesia sekitar 5 ton per hektar.hal ini maíz sangat rendah jika dibanding dengan Filipina yang menghasilkan 9 ton per hektar. Dengan demikian peningkatan produksi dan budidaya tanaman tomat masih memerlukan perhatian yang khusus (Rukmana,1994).
Berbagai usaha dilakukan untuk peningkatan produksi tomat,misalnya pengadaan variets baru,perbaikan pola tanam.Dibalik usaha ini masih banyak kendala yang dihadapi dn masih sulit diatasi,antara lain adanya jasad pengganggu atau patogen. Salah satu patogen yang menyerang tanaman tomat ádalaf nematoda parasit seperti nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) (Singh,1978).
Serangan Meloidogyne spp. pada akar dapat menurunkan produksi sebanyak 15 – 60 persen,bahkan dapat mencapai 70 persen bila tanaman yang terserang rentan (Prihanto,1989).Percobaan menunjukkan bahwa dengan sekitar 500 – 800 larva Meloidogyne spp. per ilogram tanah dapat menurunkan produksi sebesar 40 persen (sastrahidayat,1985).Serangan nematoda sering berassosiasi dengan organisme lanilla, misalnya cendawan dan bakteri (Brown,1980).
Khususnya di Indonesia nematoda puru akar pada umumnya dikendalikan dengan penggunaan nematisida Furadan 3 G (Mulyadi,1980) akan tetapi dewasa ini berkembang cara pengendalian organisme pengganggu tanaman dengan menggunakan musuh alami dari organisme pengganggu tanaman tersebut. Cara ini dikenal dengan pengedalian secara hayati. Berkembangna pengendalian secara hayati ini hádala dalam mencari alternatif dari pengendalian secara nimia yang acapkali mengakibatkan dampak negatif bagi kelestarian lingkungan dan kesehatan masyarakat. Keuntungan dari pengendalian secara hayati antara lain bahwa organisme antagonis jarang menyebabkan perubahan ras dari organisme yang dituju sebagaimana sering terjadi kalau menggunakan pestisida. selain hal tersebut aplikasi organismo antagonis tidak sesering aplikasi pesticida,sebab sekali diberikan maka selanjutnya organismo itu sendiri akan terus aktif selama organisme yang dituju tetap ada (James,1985).
Menurut Sarbini (1993) bahwa beberapa cendawan memperlihatkan prospek dalam mengendalikan nematoda Meloidogynei spp. seperti spesies-spesies dari kelas basidiomycetes dan kelas Deutromycetes antara lain genus Gliocladium dan Paecilomyces.
Pengendalian dengan menggunakan Minoriza vesikular arbuskular juga merupakan salah satu pengendalian secara hayati yang dikembangkan saat ini. Penelitian yang telah dilakukan oleh Bagyaray (1975) ternyata Glomus fasciculatus dapat menekan ukuran dan jumlah puru yang ditimbulkan oleh M.incognita dan M.javanica pada tanaman tomat.
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukanlah statu penelitian untuk mengetahui kemampuan dari mikoriza dan beberapa cendawan rhizosfer untuk mengendalikan penyakit puru akar yang disebabkan oleh nematoda Meloidogyne spp.


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gejala serangan nematoda pada tanaman menujukkan gejala yang khas pada bagian akar dibawah permukaan tanah. Tumbuhan yang terserang biasanya menunjukkan gejala pertumbuhan ang tidak sehat seperti kerdil dan cenderung mudah layu pada hari-hari panas. Sedangkan akarnya akan mengalami pembengkakan dengan berbagai macam bentuk (Sastrahidayat,1990).
Menurut Bird (1972) akibat serangan nematodo puru akar fungsi alamiah sel tanamn akan terganggu. Sebagai contoh menurunnya laju fotosíntesis, pertumbuhan dan juga produksi. Hal ini diduga bahwa nematoda ini mempengaruhi fisiologi tanaman dengan mengganggu síntesis dan translokasi hormon pertumbuhan yang diproduksi oleh akar.
Apabila sistem perakaran terserang respirasi pada tanaman menigkat,absorbsi oksigen lebih cepat atau seimbang dengan tumbuhan yang sehat serta jaringan xilem menjadi kerdil,sehingga pengambilan air dan nutrisi dari dalam tanah terhambat,akibatnya terjadi kekurangan unsur hara maupun air. Gejala akan tampak pada daun atau bagian lain dari pada tumbuhan (Bird,1972).
Mekanisme hubungan dimulai dari masuknya nematoda ke dalam akar tumbuhan melalui bagian - bagian epidermis yang terletak dekat tudung akar. Nematoda ini mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan dinding sel tumbuhan terutama terdiri dari protein,polisakarida seperti pektin,selulase dan hemiselulose serta pati,sukrose dan glicosid menjadi bahan-bahan lain Meloidogyne spp. mengeluarkan enzim selulose yang dapat menghidrolisa selulose enzim endopektin metil transeliminase yang dapat menguraikan pektin. Dengan terurainya bahan – bahan penyusun dinding sel ini maka dinding sel akan rusak dan terjadilah luka. Selanjutnya nematoda ini bergerak diantara sel-sel atau menembus sel-sel menuju jaringan sel yang terdapat cukup cairan makanan, kemudian menetap dan berkembangbiak kemudian nematoda tersebut masih mengeluarkan enzim proteolitik dengan melepaskan IAA ( Asam Indol Asetat ) yang merupakan heteroauksin tritopan yang diduga membantu terbentuknya puru (Bird,1972).
Mekanisme hubungan dimulai dari masuknya nematoda ke dalam akar tumbuhan melalui bagian - bagian epidermis yang terletak dekat tudung akar. Nematoda ini mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan dinding sel tumbuhan terutama terdiri dari protein,polisakarida seperti pektin,selulase dan hemiselulose serta pati, sukrose dan glicosid menjadi bahan-bahan lain Meloidogyne spp. mengeluarkan enzim selulose yang dapat menghidrolisa selulose enzim endopektin metil transeliminase yang dapat menguraikan pektin. Dengan terurainya bahan – bahan penyusun dinding sel ini maka dinding sel akan rusak dan terjadilah luka. Selanjutnya nematoda ini bergerak diantara sel-sel atau menembus sel-sel menuju jaringan sel yang terdapat cukup cairan makanan, kemudian menetap dan berkembangbiak kemudian nematoda tersebut masih mengeluarkan enzim proteolitik dengan melepaskan IAA ( Asam Indol Asetat ) yang merupakan heteroauksin tritopan yang diduga membantu terbentuknya puru (Bird,1972).
Enzim dan hormon yang dikeluarkan oleh nematoda tersebut secara langsung dapat merangsang perkembangan sel. Serangan pertama hanyalah menghentikan diferensiasi sel,sedangkan pada akhirnya serangan sel mulai membesar dan pembagian inti sel terjadi lambat laun dinding sel hilang dan isi protoplasma bersatu membentuk sel besar.Pada akhirnya sel-sel korteks sekeliling sel yang besar mengadakan proliferasi secara cepat untuk menghasilkan puru.Terjadinya puru bukanlah satu-satunya gejala kerusakan oleh nematoda ini. selain hal itu nematoda juga menyebabkan pertukaran bahan-bahan kimia dalam tubuh tumbuhan,misalnya protoplasma sel raksasa mengandung lemak, asam ribonukleat dan protein yang jumlahnya lebih banyak apabila dibandingkan pada sel tumbuhan sehat dan asam cianida (HCN) yang dilepaskan nematoda parasit sangat melemahkan jaringan tumbuhan,sehingga akan menguntungkan bagi penyerangannya patogen lain (Sastrahidayat,1990).
Sastrahidayat (1990) puru akar yang terbentuk tergantung pada spesies tanaman. Pada tanaman sukulen seperti tomat puru berbentuk bulat yang ukurannya dapat mencapai diameter 1,2 cm atau lebih dan kebanyakan terjadi pada akar tunggang tanaman. Selanjutnya Walker (1976) menyatakan bahwa beberapa spesies nematoda puru akar akan membentuk tipe puru akar yang sama,sehingga sulit dibedakan antara satu dengan yang lainnya.
Serangan nematoda menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat,akibatnya produksi dan mutu menurun dan secara ekonomis tidak dapat memberikan hasil yang maksimal jika tidak dilakukan pengendalian yang sesuai (Clarc,1974).
Pengendalian nematoda parasit tanaman dapat dilakukan dengan cara kimia, cara bercocok tanam,pergiliran tanaman, sanitasi dan pengendalian hayati (Mulyadi,1989).pengedalian secara hayati adalah salah satu alternatif sebagai pengganti cara kimia dan cara ini sudah lama dicoba (Horst,1974). Keistimewaan pengendalian hayati adalah terutama mengurangi dampak negatif dari penggunaan pestisida (Mulyadi,1989).
Musuh alami nematoda puru akar sudah banyak diketahui,misalnya didataran tinggi telah ditemukan cendawan Paecilomycetes bilacinus yang menginfeksi telur nematoda puru akar pada tanaman kentang (Anonim,1984).Bacillus penetrans adalah suatu parasit yang dikenal bertahun-tahun berassosiasi dengan Meloidogyne spp. serta beberapa spesies jamur yang menyerang nematoda tanah di Inggris (Kerry,1978). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perlakuan dengan cendawan terhadap Meloidogyne spp. dapat menekan jumlah populasi dan intensitas serangan yang memperlihatkan hasil yang baik (Sarbini, 1992).Sarbini (1993) mengemukakan bahwa cendawan parasit telur Meloidogyne spp. terutama dari spesies Gliocladium sp. dan Paecilomyces sp. mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai agen pengendali secara hayati untuk mengendalikan Meloidogyne spp. Hasanuddin (1994) mengemukakan bahwa cendawan rhizosphere antara lain Fusarium sp. dan Trichoderma sp. dapat digunakan untuk mengendalikan nematoda puru akar.

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan beberapa cendawan tanah dan kemampuan Mikoriza Vesikular Arbuskular (Glomus fasciculatus ) untuk mengendalikan nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) pada tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.).

BAB IV METODE PENELITIAN

1. Penyediaan Tanaman Uji
Penelitian ini menggunakan tanaman tomat varietas Marglobe. benih tomat disemaikan pada talam plastik yang berisi tanah dan pasir steril dengan perbandingan 3 : 1.Untuk tanaman uji yang kedua juga disemai pada tanah steril dan pasir steril yang ditambahkan Glomus fasciculatus. Bibit tanaman tomat yang berumur 4 minggu kemudian dipindahkan ke dalam pot plastik yang berisi campuran tanah.pasir dan pupuk kandang. Setiap satu pot hanya ditanami satu tanaman tomat.
2. Penyediaan Medium Tumbuh

Medium tumbuh tanaman berupa tanah,pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan 3 :1:1 yang telah disterilkan dengan menggunakan autoklafe selama 2 jam lalu di masukkan ke dalam setiap pot plastik
3. Aplikasi nematoda dan spora cendawan rhizosfer

Setelah umur bibit tomat dipesemaian berumur 2 minggu lalu dipindahkan ke dalam pot platik kemudian diinokulasikan spora cendawan rhizosfer kemudian diinokulasikan 500 larva Meloidogyne spp. pada setiap tanaman uji.

4. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama perlakuan Glomus fasciculatus (A) dipesemaian dan faktor kedua perlakuan cendawan rhizosfer (B) rancangan ini terdiri atas 10 perlakuan dan 4 ulangan. Pemberian 500 larva Meloidogyne spp. pada masing-masing pot. Kombinasi perlakuan adalah sebagai berikut :
A0B0 = kontrol (tanpa perlakuan)
A0B1 = Inokulasi spora Fusarium sp.
A0B2 = Inokulasi spora Gliocladium sp.
A0B3 = Inokulasi spora Paecilomyces sp.
A0B4 = Inokulasi spora Trichoderma sp.
A1B0 = Inokulasi Glomus fasciculatus
A1B1 = Inokulasi Glomus fasciculatus dan spora Fusarium sp.
A1B2 = Inokulasi Glomus fasciculatus dan spora Gliocladium sp.
A1B3 = Inokulasi Glomus fasciculatus dan spora Paecilomyces sp.
A1B4 = Inokulasi Glomus fasciculatus dan spora Trichoderma sp.

Pengamatan
Intensitas serangan setelah tanaman berumur 2 bulan. Indeks bengkak akar ditentukan berdasarkan nilai skala dari bengkakan yang terbentuk pada akar.
Nilai skala tersebut ádalah :
1= bengkakan tidak ada sampai 5 % dari sistem perakaran
2= bengkakan > 5 % sampai 10 % dari sistem perakaran
3= bengkakan > 10 % sampai 35 % dari sistem perakaran
4= bengkakan > 35 % sampai 70 % dari sistem perakaran
5= bengkakan > 70 % sampai 90 % dari sistem perakaran
6= bengkakan > 90 % dari sistem perakaran ( Zehr,1978).

Dengan mengetahui skala dari setiap kategori maka intensitas serangan dihitung dengan rumus :
Σ (ni . vi )
I = ________ x 100 %
N . Z
Keterangan :
I = Intensitas serangan
n = jumlah kategori indeks bengkak akar
v = kategori indeks bengkak akar , v (1,2,3 ...6)
N = jumlah tanaman yang diamati
Z = kategori indeks bengkak akar tertinggi.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Rata-rata Intensitas Serangan Meloidogyne spp. pada Tanaman Tomat.

Perlakuan
Intensitas Serangan Meloidogyne spp. (%)
A0B0
41,67
A0B1
30,20
A0B2
23,96
A0B3
26,04
A0B4
28,12
A1B0
21,87
A1B1
20,83
A1B2
17,71
A1B3
18,75
A1B4
18,75

Pembahasan
Adanya pemberian (Glomus fasciculatus ) pada tanaman tomat dimana Glomus tersebut bersosiasi dengan akar tanaman tomat secara simbiosis mutulistik yang sangat menguntungkan, karena dapat meningkatkan kemampuan tumbuhan untuk menyerap unsur hara terutama fosfor, dan dapat menghasilkan hormone perangsang pertumbuhan, dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kondisi kering serta mepercepat proses perputaran unsure hara..Hal itu sejalan dengan percobaan yang telah dilakukan oleh Silvana (1996) bahwa pengaruh infeksi G. fasciculatus dapat meningkatkan pertambahan tinggi tanaman, hal ini nampak pada perlakuan G. fasciculatus lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan yang hanya menggunakan Meloidogyne spp.
Semakin tingginya intensitas serangan semakin berat basah akar tetapi semakin rendah berat basah tajuk. Sebab akar yang terinfeksi oleh nematode menyebabkan terganggunya fungi akar dalam penyerapan air dan unsur hara dari dalam tanah sehingga translokasi air dan unsure hara melalui xylem dan floen serta pengedaran hasil fotosintesis dari daun keseluruh bagian tubuh tumbuhan terhambat sehingga tmpak hanya berat basah akar yang tinggi sedangkan berat basah tajuknya lebih rendah.Rendahnya berat basah tajuk karena tanaman yang terserang oleh nematode akan kehilangan vigor, daya tahan terhadap kekeringan dan terjadinya gugur daun.Hal ini didukung oleh Dropkin (1991) bahwa apabila akar terinfeksi oleh Meloidogyne spp. maka diferensiasi xylem dan floem pada akar tanaman terganggu yang mengakibatkan pengangkutan zat hara kebagian tanaman diatas permukaan tanaman makin berkurang, dengan demikian tanaman yang terifeksi memerlukan lebih banyak energi untuk pertumbuhan tanaman diatas permukaan tanah.
Intensitas serangan nematode pada akar dimana intensitas tertinggi pada perlakuan tanpa Glomus tanpa cendawan yaitu 41,67 persen dan terendah pada perlakuan Glomus dengan cendawan Gliocladium sp. yaitu 17,71 persen. Hal ini disebabkan semakin banyak jumlah puru yang terbentuk dan intensitas serangan juga semakin tinggi. Sesuai yang dikemukakan oleh Christie (1959) bahwa infeksi oleh Meloidogyne spp. menyebabkan terjadi proliferasi dan hipertropi sel-sel korteks, sehingga menyebabkan terjadinya pembengkakan dan abnormalitas sel-sel terjadi karena dirangsang oleh sekresi yang dikeluarkan melalui stiletnya sehingga terbentuk sel-sel raksasa. Puru akar merupakan pembesaran dari akar yang disebabkan karena nematode makan pada akar tersebut menyebabkan pembentukan sel-sel raksasa pada jaringan inang dan pertumbuhan sel itu terangsang menyebabkan pembentukan puru.
Adanya perbedaan yang nyata disebabkan oleh saat larva masuk ke dalam tanah langsung mencari akar dan mneginfeksi langsung masuk kejaringan akar dan menetap dan berkembang, karena nematoda makan dan berkembang dalan jaringan akar dengan bantuan stiletnya menembus korteks akar tanpa penghalang akhirnya mengganggu fungsi alamiah sel yang selanjutnya menglibatkan pertumbuhan tanaman terhambat. Sedangkan pada perlakuan yang menggunakan Glomus dengan cendawan rizosfer semua berbeda nyata bila dibandingkan dengan tanpa perlakuan Glomus dan cendawan dan begitu pula pada perlakuan yang hanya menggunakan cendawan semuanya menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Disebabkan oleh adanya kolonisasi dari cendawan rizosfer sehingga telur nematode tidak menetas menyebabkan jumlah larva yang berada pada tanah lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Silvana (1996) bahwa pengaruh VAM terhadap nematode dapat menekan jumlah populasi akhir nematoda, tampak pada perlakuan G. fasciculatus jumlah populasi lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan yang menggunakan Meloidogyne spp.
Sarbini (1993) mengemukakan bahwa cendawan parasit telur Meloidogyne spp. terutama genus Gliocladium dan paecilomyces mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai agen pengendali secara hayati untuk mengendalikan Meloidogyne spp.
Perlakuan lain yang menggunakan cendawan fusarium sp. dan Trichoderma sp. juga tampak penekanan terhadap intensitas serangan akan tetapi tidak seefektif dengan cendawan Gliocladium sp. dan Paecilomyces sp. namun tetap dapat digunkan sebagai agen pengendali. Seperti yang dikemukakan oleh Hasanudddin (1994) bahwa cendawan rhizosphere Fusarium sp., Trichoderma sp., Paecilomyces sp. dapat digunakan untuk mengendalikan nematode puru akar pada penggunaan tanah steril.








BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN

Perlakuan yang terbaik untuk mennekan intensitas serangan nematoda pada tanaman tomat adalaha Inokulasi Glomus fasciculatus dan spora Gliocladium sp.

SARAN
Perlu diadakan percobaan lebih lanjut tentang penggunaan cendawan rizosfer dan G. fasciculatus. Pada tanah-tanah non steril untuk mengendalikan nematoda puru akar.



















DAFTAR PUSTAKA

Bird,A.F., 1972. The Structure of Nematodes. Academic Press,New York. p.318

Clare,B.K., 1974. Principles of Phytopathology. Ed.II balt Publishing Company, West Lafayette,Indiana

Hasanuddin,AT.,1994. Uji beberapa cendawan untuk mengendalikan nematode puru akar pada tanaman tomat. Laporan Praktik Lapang Mahasiswa Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Unhas .

Horst,R. Kenneth,1979. Westcotts Plant Diseases Hand Book. Van Nostrand Reinhold Company,New york.pp 263 -266

Kerry,B.R., 1987. Biological Control.pp 233 – 257. in R.H. Brown and B.R.Kerry (eds)., Principles and Practise of Nematodes Control In Crops. Academic Press,Sidney

Lamberti,F and C.E Taylor,1979. Root Knot Nematodes Biology and Control. Academic Press,London.pp 173 - 375

Mulyadi,1989. Kemungkinan penggunaan jamur dalam pengendalian nematode parasit tanaman. Prosiding Kongres Nasional X dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitophatology Indonesia,Denpasar.Bali .Hal 343.

Molina,G.C and R.G Davide 1986. Evaluasi of Mikrobial Extracts for Nematicidal Activity Against Plant Parasit Nematodes Meloidogyne incognita and Rodopholos similes Phil. Agr.69 : 173 – 186.

Prihanto,1989. Penggunaan jamur Paecilomyces sp. sebagai agen pengendali hayati nematode puru akar (Meloidogyne spp.). Prosiding kongres nasional X dan seminar ilmiah perhimpunan fitopatologi Indonesia. Denpasar. Bali .Hal 196

Sarbini,G.,1993. Prospek beberapa cendawan parasit telur Meloidogyne spp. sebagai agen pengendali secara hayati. Buletin Unhas No. 20 – 21. Vol VIII. Hal 20 -24

Sastrahidayat,I.R, 1985. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional.Surabaya. hal 211 – 219